Tuna Rungu Ini Pernah Ditolak Sejumlah Perusahaan Kini Sukses Membangun Kopi Tuli

mediabintang.com,Jakarta-Berfikit positif dan pantang menyerah, Putri Santoso, penyandang tuna rungu ini mendirikan Kopi Tuli. Ia pernah di tolak sejumlah perusahaan karena keterbatasan komunikasi yang di alaminya. Bahkan, perempuan tangguh yang merupakan lulusan sarjana desain komunikasi visual, BINUS University itu pernah tidak di terima oleh sepuluh sekolah umum.


Berlatar keberanian mengambil risiko di tengah keterbatasan dirinya yang tidak dapat mendengar atau tuna rungu, Putri Santoso mendirikan warung kopi 'Kopi Tuli'. Wanita berusia 29
tahun ini memaparkan perjalanan hidupnya mendirikan 'Kopi Tuli' dalam acara Webinar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh yang bertajuk "Tangguh Tanpa Mengeluh" pada Rabu (18/8/2021).


Putri mengakui, tidak mudah menjalani usahanya, namun meski berat dan hambatan yang dialami sangat besar, baik sebelum pandemi maupun setelah virus COVID-19 merebak di tanah air, dirinya berupaya berfikir positif, semangat dan berusaha agar bisa lebih terus maju. "Harus berani mengambil resiko dan jangan malu atau minder. Yang penting semangat berani dan pantang menyerah. Kalau ada yang menjelek-jelekan nggak-papa, kita belajar, kita cari caranya yang baru," katanya.


Wanita kelahiran 28 tahun silam ini pun bercerita sebelum dirinya mendirikan Kopi Tuli. Putri pernah di tolak sejumlah perusahaan karena keterbatasan komunikasi yang di alaminya. Bahkan perempuan tangguh lulusan sarjana desain komunikasi visual, BINUS University ini pun pernah tidak di terima oleh 10 sekolah umum.


Kegagalan dalam mendapatkan pekerjaan, tidak membuat Putri patah arang. Bahkan, kegagalannya itu justru menjadi inspirasi mendirikanwarung kopi, Kopi Tuli.
Bersama dua sahabatnya sejak kecil yang juga tuli, M. Adhika Prakoso dan Erwin Syah Putra Putri pun memulai usaha, 'Kopi Tuli' nya, pada Mei 2018. "Kopi Tuli pendiri dan karyawannya semua teman-teman tuli," katanya.


Awal membuka usaka Kopi Tuli nya, Putri berprinsip, bahwa setiap manusia memiliki kesetaraan, kesempatan dalam memperoleh pekerjaan. Hal inilah yang ia terapkan dalam membangun 'Kopi Tuli'. "Tujuan koptul ada tiga, yang pertama soal pendidikan untuk menjembatani komunikasi menggunakan bahasa isyarat, kedua sosialisasi dan peningkatan kesadaran serta pemberdayaan teman-teman tuli serta ada ruang interaksi antara teman tuli dan dengar, ketiga pemberdayaan dari teman-teman tuli sendiri," ujar Putri.


Ia menceriterakan, sebelum virus COVID-19 merebak, banyak sekali orang-orang yang berdatangan ketemu teman-teman tuli belajar bahasa isyarat belajar komunikasi di Kopi Tuli nya. Selama pandemi kegiatan ini benar-benar turun drastis. “Tapi kan tetap semangat. tetap terus produktif,” katanya.


Meskipun pandemi COVID-19 telah menjadi hambatan yang cukup signifikan bagi bisnisnya, Putri bersama rekan-rekannya tetap produktif dalam menjalani bisnisnya. Kreativitas dalam membaca pangsa pasar di saat pandemi menjadikan bisnis Kopi Tuli tetap berjalan hingga saat ini.


"Kita tetap produktif, saat pandemi kita mulai jualan online per botol, jadi ada beberapa botol yang pertama botol 1 liter yang lebih kecil dan yang lebih kecil lagi. Kita juga berjualan melalui media sosial, kita berjualan secara Live dari media sosial dan terus itu kita lakukan. Jadi jualan secara online dilakukan, secara offline juga dilakukan dan ini membuat usaha tetap bisa jalan," tuturnya.


Alhasil, Kopi Tuli yangi berdiri sejak tahun 2018, kini telah memiliki beberapa cabang, di Depok, Jawa Barat dan di Duren Tiga, Jakarta Selatan.


"Saya mau memberdayakan, memberikan kesetraan kesempatan kepada teman-teman tuli yang banyak, saya mau punya usaha Kopi Tuli ini ada di macam-macam tempat, bisa buka banyak cabang dan semoga Indonesia lebih inklusif. Saya juga mau bekerjasama dengan pelaku-pelaku UMKM, kita mungkin bisa bekerjasama agar usaha lebih prospektif," ungkapnya.


Menurutnya, di masa pandemi seperti saat ini kesadaran tentang kesehatan lebih tinggi. Hal ini lantas memberikan inspirasi agar Kopi Tuli dapat membuat serta menyajikan makanan dan minuman yang lebih sehat. "Jamu contohnya, dan macam-macam, karena dari Corona ini orang-orang mulai sadar
tentang kesehatan," ujarnya.


Dengan konsep kesetraaan kesempatan dan pemberdayaan teman Tuli, para pendiri Kopi Tuli berupaya untuk memberikan ketersediaan lapangan kerja untuk teman Tuli.


“Kopi Tuli juga ingin meningkatkan interaksi antara orang-orang dengar dengan orang Tuli agar bisa saling memahami,” katanya.


Dirinya pun bercita-cita memberdayakan teman-teman disabilitas, khususnya tuna rungu, untuk makin terlibat di usaha yang dimilikinya. Walau praktiknya saat ini di Kopi Tuli seluruh kegiatan sudah dikelola oleh mereka yang tunarungu, mulai dari meracik hingga melakukan segala sesuatu. Namun Putri bermimpi usaha ini bisa lebih besar dan semuanya dikelola oleh mereka yang punya keterbatasan.


“Saya mau memberdayakan teman-teman yang punya keterbatasan. Semoga Indonesia lebih inklusif, katanya sembari menambahkan berharap bisa pula bekerja sama dengan pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Putri juga teguh memegang prinsip bahwa penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari Warga Negara Indonesia.


Dalam berinteraksi social, Putri juga tidak merasa minder atau risih dan cenderung mengabaikan perlakuan dan sikap yang tidak adil. Anggapan penyandang disabilitas identik dengan orang sakit, lemah tak berdaya, dan tidak produktif, dibuang jauh-jauh olehnya. (Dpriyatna)

TERKAIT